Kuis

Senin, 21 April 2008

Seleksi Kelapa Sawit Unggul

Seleksi Kelapa Sawit Unggul


I.PERMASALAHAN


Kelapa sawit merupakan tanaman komoditas perkebunan yang cukup penting di Indonesia dan masih memiliki prospek pengembangan yang cukup cerah. Komoditas kelapa sawit, baik berupa bahan mentah maupun hasil olahannya, menduduki peringkat ketiga penyumbang devisa nonmigas terbesar bagi Indonesia setelah karet dan kopi.
Salah satu hambatan untuk meningkatkan produksi kelapa sawit adalah adanya gangguan penyakit busuk pangkal batang (BPB) yang disebabkan oleh fungi Ganoderma spp. (Basidiomycetes). Ganoderma adalah jamur yang menyebabkan penyakit busuk akar (basal stem rot). Infeksi dan penularan penyakit pada umumnya terjadi melalui kontak akar atau bagian pangkal batang dengan sumber inokulum di dalam tanah (Darmono, 1996). Pada umumnya gejala penyakit ini pada kelapa sawit atau tanaman lainnya sulit diketahui secara dini dan serangannya baru terlihat ketika tanaman hampir mati dikarenakan setelah infeksi, perkembangan serangan penyakit pada jaringan tanaman terjadi relatif lambat yaitu 6-12 bulan (Darmono,1996). Penyakit BPB menyebabkan kerugian besar pada perkebunan kelapa sawit Indonesia, dimana tingkat kematian tanaman akibat serangan penyakit ini dapat mencapai 50% atau lebih (Turner, 1981 dalam Darmono, 1996). Gejala luar awal serangan penyakit sulit dideteksi sehingga penanganannya sulit dilakukan. Tanaman yang sakit mengalami pembusukan pada jaringan dalam pangkal batangnya, sehingga dapat mengakibatkan tanaman mati atau tumbang sebelum waktunya.
Salah satu upaya yang dianggap paling ideal dalam usaha penanggulangan penyakit adalah melalui pemuliaan tanaman sehingga diperoleh tanaman yang tahan. Jika pemuliaan tanaman harus dilakukan secara konvensional, kendala yang dihadapi adalah siklus pemuliaan yang panjang karena merupakan tanaman tahunan. Di samping itu tanaman kelapa sawit yang ada di Indonesia memiliki latar belakang genetik yang sempit. Kegiatan awal pemuliaan adalah mencari tanaman yang bisa digunakan sebagai breeding materials baik untuk bahan tetua persilangan atau sebagai populasi dasar. Hal ini berkaitan erat dengan keragaman atau variabilitas material tersebut. Oleh karena itu perlu dikembangkan teknik deteksi dini dan pencarian varietas tahan melalui seleksi.
Oleh karena itu, perlu adanya pemecahan masalah terhadap kendala awal yang dihadapi tersebut.

II.PEMECAHAN MASALAH


Seleksi sebagai langkah awal dari pemuliaan, dilakukan untuk mendapatkan suatu populasi dasar atau tetua sebagai bahan persilangan yang nantinya akan diteruskan dengan tahap-tahap lainnya, sampai mendapatkan varietas yang tahan.
Untuk mendapatkan tanaman yang tahan terhadap serangan Ganoderma dari banyak populasi plasma nutfah dilakukan dengan seleksi. Cara seleksi antara lain secara konvensional maupun menggunakan bioteknologi.


3.1 Seleksi Konvensional Dengan Cara Pengamatan pada Beberapa Petak Percobaan yang Telah Terserang Ganoderma

Cara yang mudah adalah membiarkan adanya serangan pada kelapa sawit di lahan, kemudian memilih pohon induk. Pohon induk yang terpilih adalah pohon sehat, yang sekelilingnya telah terserang Ganoderma. Dari beberapa tanaman yang terserang didapatkan derajat toleransi yang berbeda-beda.. Perbedaan tersebut perlu diteliti apakah tanaman tersebut memang memiliki gen ketahanan atau karena tidak terserang. Deteksi dini dan Analisis ketahanan pada waktu seleksi di lapang, bisa dilakukan dengan membongkar kemudian membelah secara membujur pada jaringan yang terserang. Dengan membandingkan aktivitas beberapa protein yang berhubungan dengan patogenitas (pathogenicity related proteins), dapat diketahui bahwa aktivitas enzim glucanase dan chitinase meningkat pada jaringan yang sehat di dekat jaringan yang berbatasan dengan jaringan yang diserang patogen. Kedua enzim tersebut dapat menghancurkan glucan dan chitin yang merupakan komponen utama dari dinding sel fungi.
Ginting, Fatmawati dan Hutomo (1993) dalam penelitiannya telah ditemukan pohon yang sehat. Hal ini mengindikasikan derajat toleransi tanaman terhadap penyakit ini berbeda-beda. Pada percobaan didapatkan beberapa pohon yang sehat dan diduga pohon-pohon ini mempunyai derajat toleransi yang tinggi sehingga dapat terhindar dari serangan Ganoderma. Tentunya kalaupun ada tanaman yang tahan, namun ketahanannya terhadap beberapa isolat Ganoderma belum teruji. Dan disebutkan bahwa derajat toleransi tersebut ada hubungannya dengan sifat genetik tanaman.
Tanaman sehat tersebut kemudian diperbanyak melalui teknik kultur jaringan. Tingkat keberhasilan tiap tanaman membentuk kalus bergantung pada individu asal tanaman, tingkat umur, posisi explant serta konsentrasi fitohormon. Dari plantlet yang didapat masih perlu diuji lagi derajat toleransinya terhadap Ganoderma.


3.2 Teknik Penanda Molekuler sebagai Perangkat Diagnostik

Dalam usaha membantu memperpendek siklus seleksi diatas untuk mendapatkan tanaman yang tahan terhadap serangan Ganoderma, identifikasi penanda molekuler perlu dilakukan. Yang dimaksud dengan penanda molekuler di sini adalah pita DNA produk RAPD atau restriction fragment length polymorphism (RFLP) yang keberadaannya bertautan dengan gen ketahanan.
Untuk mengantisipasi permasalahan tersebut, identifikasi penanda molekuler dilakukan dengan teknik differential display reverse transcriptase-polymerase chain reaction (DDRT-PCR) (McClelland et al., 1995 dalam Darmono, 1996). Teknik ini pada prinsipnya adalah membandingkan keberadaan produk amplifikasi hibrid messenger RNA dan DNA komplementernya (mRNA-cDNA hybrid) pada dua atau lebih jenis jaringan yang berbeda kondisinya. Dengan teknik tersebut,penanda molekuler akan diidentifikasi melalui pengisolasian messenger RNA (mRNA) yang secara spesifik diekspresikan sebagai respon terhadap infeksi yang ada.
Ginting et. al. (1993) dalam laporan penelitiannya menyebutkan bahwa telah ditemukan pohon induk kelapa sawit yang tahan terhadap serangan Ganoderma di Blok 39,Afd. I, Kebun Tinjowan. Hal ini membuka peluang untuk memindahkan sifat tahan tersebut kepada keturunannya melalui persilangan. Akan tetapi marker DNA dari sifat ketahanan tersebut belum ditemukan sampai saat ini. Sehingga sifat perwarisannya perlu diteliti lebih jauh lagi.

III.KESIMPULAN


Salah satu upaya yang dianggap paling ideal dalam usaha penanggulangan penyakit yang diakibatkan jamur Ganoderma pada kelapa sawit (Elaeis guineensis Jack.) adalah melalui pemuliaan tanaman sehingga diperoleh tanaman yang tahan. Salah satu upaya awal untuk mendapatkan tanaman kelapa sawit adalah melalui seleksi baik secara konvensional maupun dengan teknik differential display reverse transcriptase-polymerase chain reaction (DDRT-PCR). Dengan penanda molekuler tersebut diharapkan dapat dengan cepat mengidentifikasi klon yang tahan terhadap Ganoderma.
Percobaan pada Tetua Dura pada Kebun Tinjowan mendapatkan pohon induk yang tahan terhadap Ganoderma. Derajat ketahanan tersebut ada kaitannya dengan sifat genetik dari tanaman tersebut. Walaupun belum didapatkan markernya.


IV.SARAN


Penelitian lebih lanjut mengenai genetic marker, pola pewarisan sifat maupun langkah-langkah pemuliaan lebih lanjut perlu untuk tetap diupayakan. Hal ini dikarenakan kelapa sawit sebagai penyumbang devisa yang besar terhadap negara.


DAFTAR PUSTAKA


Admaja, Adi. 2001. Laporan Praktek Kerja lapang. Teknik Budidaya Ubi Jalar (Ipomoea batatas L.) di Desa Jatikerto Malang. Jurusan Budidaya Pertanian. Fakultas Pertanian. Universitas Brawijaya. Malang.


Darmono. 1996. Pendekatan Bioteknologi untuk Mengatasi Masalah Penyakit Busuk Pangkal Batang Kelapa Sawit Akibat Serangan Ganoderma. Warta Puslit. Biotek Perkebunan,1,17-25


Ginting, Fatmawati dan Hutomo. 1993. Perbanyakan Pohon Induk Dura yang Diduga Toleran Terhadap Ganoderma Melalui Teknik Kultur Jaringan. I. Penelitian Pendahuluan. Berita Pusat Penelitian Kelapa Sawit 1(1):21-25


Hardjowigeno. 1987. Ilmu Tanah. Medya Sarana Perkasa. Bogor. Hal 14-21


Samosir dan Ginting. 1996. Perkembangan Teknik Kultur Jaringan Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq.). Warta Puslit. Kelapa Sawit 4(2):53-59


Sastrosayono. 2003. Budidaya Kelapa Sawit. AgroMedia Pustaka. Jakarta.

Minyak sawit menurunkan kolesterol

Hasil studi pengembangan ilmu pengetahuan di buktikan bahwa kandungan olein mampu menurunkan kolesterol sehingga penyakit jantung dapat dihindari.

Hasil penyelidikan

Saat ini para ahli dibidang makanan mengisyaratkan bahwa dalam memilih makanan hendaknya rendah kalori karena baik untuk kesehatan jantung. Untuk menunjukkan hasil yang seimbang maka kandungan lemak yang optimal dalam makanan sebaiknya sekitar 30% dari jumlah keseluruhan lemak.

Karena dengan jumlah kandungan tersebut maka dapat mengikat kolesterol dalam darah. Minyak zaitun, minyak biji sawi dan minyak canola yang kaya dengan kandungan asam oleic merupakan contoh minyak yang baik untuk kesehatan. Sama khasiatnya dengan minyak sawit dan minyak olein karena mempunyai jumlah asam lemak yang sama.

Untuk minyak sawit kandungan asam mono nya sekitar 48% sedangkan dalam minyak zaitun, minyak sawi dan minyak canola mencapai 60%.

Sebuah badan di Amerika, American Heart Association (AHA) mengatakan adanya insiden penyakit jantung yang tinggi di negara tersebut. Karena masyarakatnya sangat sulit untuk mengkonsumsi lemak dalam jumlah rendah. Rata-rata mereka mengkonsumsinya dalam 1 hari sebesar 33%-35%.

Berbeda dengan negara-negara di Afrika dan Asia, dimana masyarakatnya mengkonsumsi lemak kurang dari 30% (sekitar 26%).

Sedangkan menurut ilmuan Dewan Sawit Malaysia bahwa campuran dari minyak kacang soya, minyak sawit dan minyak canola dengan perbandingan 1:1:1 jika diuji pada manusia akan memberikan kesan netral pada kolesterol darah.

Hasil uji tersebut adalah kolesterol HDL (kolesterol yang melindungi dari penyakit jantung) dapat meningkat dalam darah dibandingkan dengan LDL. Sehingga potensi komersial untuk formulasi ini lebih dikenal dengan nama Smart Balance yang kaya dengan khasiat.

Pemilihan makanan secara bijak

Kebanyakan makanan memang mengandung lemak baik itu dapat dilihat secara langsung maupun yang tersembunyi dengan campuran asam lemak.

Karena itu penting untuk kita memahami jenis asam lemak yang ada pada makanan tersebut. Jumlah asam lemak jenuh yang berlebihan akan meningkatkan kolesterol di dalam darah.

Untuk menguji hipotesa ini, maka para ilmuan menggunakan minyak kelapa karena mengandung asam lemak jenuh yang tinggi >80% dan juga mengandung kombinasi lemak jenuh yang dikenal sebagai asam laurik dan myristik. Jika minyak ini dicampurkan pada makanan maka dapat meningkatkan kandungan kolesterol dalam darah.

Kesimpulannya kandungan asam myristik yang tinggi dalam minyak kelapa adalah penyebab utama peningkatan kolesterol. Sehingga makanan yang mengandung asam lemak yang tinggi harus dihindari.

Salah satu jenis lemak yang berbahaya terhadap kesehatan adalah Asam Lemak Trans (TFA= Trans Fatty Acid). TFA ini dihasilkan dari minyak yang mengandung asam lemak jenuh yang proses pembuatan melalui penghidrogenan ( dapat meningkatkan kadar lemak jenuh).

Dari sudut pandang science, lemak jenuh adalah sesuatu yang tidak sehat tetapi pada hakekatnya dapat memainkan peranan biologikal yang penting terhadap kesehatan badan dan jenis makanan.

Sebaiknya kita dapat mengkonsumsi makanan dari olahan minyak sawit dan minyak olein. 

Minyak Kelapa Sawit dan Penyakit Jantung Koroner

Minyak kelapa telah lama digunakan oleh nenek moyang penduduk Asia, Kepulauan Pasifik Afrika dan Amerika tengah sebagai makanan utamanya. Mereka jarang menderita penyakit degeneratif seperti penyakit jantung, kanker, diabetes, arthritis dibandingkan dengan orang Amerika Utara dan Eropa yang tidak menggunakan kelapa.
    
Minyak tropis yang berasal dari spesies-spesies pohon palem ini, dikenal sebagai minyak kelapa, minyak sawit dan minyak sawit kernel. Minyak sawit yang berwarna oranye tua berasal dari kulit atau sabut buah yang mengelilingi bijinya, didapatkan dengan cara pengepresan, pemanasan dan penguapan. Minyak sawit kernel diambil dari biji kecil sebesar ibujari seperti buah kelapa putih-kecil. Secara tradisionil, minyak kelapa diekstraksi dari kelapa segar dengan pemasakan dengan air maupun kelapa kering dengan pengepresan atau pemanasan/ pemasakan. Dengan proses sederhana ini minyak kelapa menjadi sumber utama minyak sayur orang-orang di daerah tropis selama ratusan tahun.

Minyak kelapa tersusun dari 48% asam laurat (asam lemak jenuh 12 rantai C), 7% asam kaprat (asam lemak jenuh 10 rantai C), 8% asam kaprilat (asam lemak jenuh 8 rantai C). Asam lemak rantai sedang (MCFA) ini memiliki sifat antimikrobial dan anti virus. Salah satu teori menyebutkan penyakit jantung koroner dapat disebabkan karena infeksi kronis sejumlah bakteri: Helicobacter pilori dan Chlamydia pneumoniae, atau Cytomegalovirus, yang setidaknya berhubungan dengan pembentukan plak aterosklerosis pembuluh darah koroner.

Virus herpes dan virus citomegalo diduga sebagai penyebab awal terbentuknya plak aterosklerosis dan penyempitan kembali setelah pemasangan cincin koroner (New York Times 1991). Menarik bahwa kedua virus tersebut dapat dihambat oleh monolaurin, suatu lipid antimikroba; tetapi, antimikroba ini tidak terbentuk oleh tubuh selama tidak ada sumber asam laurat didalam dietnya.

Monolaurin Monogliserid dibentuk oleh bayi dari asam laurat yang bersumber dari air susu ibu, melindungi bayi dari infeksi virus, bakteri maupun protosoa.  Monogliserid dari asam laurat (monolaurin) telah dilaporkan sejak 1966 memiliki aktifitas anti mikroba. Hierholser dan Kabara  (1982) menunjukkan efek virusidal monolaurin terhadap virus RNA dan DNA yang terbungkus (membran lipid). Kabara (1978) telah melaporkan adanya asam lemak tertentu (MCFA) dan derivatnya (monogliserid) dapat menonaktifkan berbagai mikroorganisme: bakteri, ragi, jamur dan virus yang terbungkus (enveloped virus).

Asupan minyak kelapa dari berbagai studi membedakan terhadap mereka yang mempunyai serum kolesterol darahnya rendah dan yang serum kolesterol darahnya tinggi. Individu dengan serum kolesterolnya rendah, terjadi peningkatan kolesterol total, LDL dan terutama HDL, tetapi menunjukkan proteksi terhadap PJK karena rasio LDL/HDL-nya menurun. Mereka yang hiperkolesterolemia, kolesterol total dan LDL-nya menurun, berarti menurunkan faktor risiko PJK.

Kesimpulan, minyak kelapa bermanfaat dalam upaya preventif primer dan sekunder penyakit jantung koroner terutama pada kemampuannya menanggulangi mikro organisme yang diduga berperanan dalam proses awal perburukan aterosklerosis seperti: Helicobacter pilori, Chlamydia pneumoniae, serta virus-virus herpes dan citomegalo. Peranannya dalam menurunkan kolesterol total dan LDL pada individu hiperkolesterole mia serta meningkatkan HDL serta menurunkan rasio LDL/HDL kolesterol amat menggembirakan.

Harus selalu diingatkan upaya lain dari preventif Penyakit Jantung Koroner  misalnya: stop merokok, olah raga teratur dan terukur, diet dengan gizi seimbang, atasi dan awasi hipertensi dan diabetes mellitus.

Daftar Pustaka
 
  • Hashim SA, Clancy RE, Hegsted DM, Stare FJ. Effect of mixed fat formula feeding on serum cholesterol level in man. American Journal of Clinical Nutrition. 7:30-34;1959.
  • Sundram K, Hayes KC, Siru OH. Dietary palmitic acid results in lower serum cholesterol than does a lauric-myristic acid combination in normolipemic humans. American Journal of Clinical Nutrition 59:841-846;1994.
  • Tholstrup T, Marckmann P, Jespersen J, Sandstrom B. Fat high in stearic acid favorably affects blood lipids and factor VII coagulant activity in comparison with fats high in palmitic acid or high in myristic and lauric acids. American Journal of Clinical Nutrition 59:371-377;1994.
  • New York Times, Medical Science, Tuesday, January 29, 1991. Common virus seen as having early role in arteries' clogging (byline Sandra Blakeslee).
  • Kabara JJ. Fatty acids and derivatives as antimicrobial agents -- A review, in The Pharmacological Effect of Lipids (JJ Kabara, ed) American Oil Chemists' Society, Champaign IL, 1978,
  • Kabara JJ. Inhibition of staphylococcus aureaus in The Pharmacological Effect of Lipids II (JJ Kabara, ed) American Oil Chemists' Society, Champaign IL, 1985, pp.71-75.

Minyak Sawit dan Aterosklerosis

ATEROSKLEROSIS didefinisikan sebagai kelaian degeneratif pada pembuluh darah yang dicirikan oleh adanya penebalan jaringan dinding pembuluh yang diisi oleh lipid, karbohidrat kompleks, berbagai produk darah, dan jaringan fibrosa. Aterosklerosis menyebabkan pembuluh darah menjadi sempit dan kurang elastis sehingga sebagai tempat aliran darah terganggu.

Akibatnya, sel-sel yang ada di sekitar pembuluh darah tersebut rusak dan mengalami gangguan fungsi karena kekurangan unsur-unsur gizi. Hal ini dapat terjadi pada organ jantung maupun otak sehingga menimbulkan serangan jantung ataupun stroke.

Awal terbentuknya plak aterosklerosis berkaitan dengan oksidasi LDL dalam lapisan subendotel. Akumulasi LDL teroksidasi yang terus-menerus menyebabkan sel-sel menampakkan karakter fenotip sel busa, yang pada akhirnya dapat mengakibatkan disfungsi dan kematian sel.

Kadar kolesterol dalam plasma dapat berkorelasi positip dengan terbentuknya aterosklerosis. Untuk menurunkan risiko aterosklerosis, maka kita disarankan memiliki kadar kolesterol total $<200>240 mg/dl dan kolesterol LDL$>160 mg/dl.

Kolesterol dalam batas normal sangat penting bagi tubuh. Kolesterol merupakan prekursos bagi sintesis asam empedu (untuk mencerna lemak) dan beberapa hormon seks seperti progesteron dan testoteron. Bagi anak-anak balita, kolesterol merupakan penyusun otak sehingga sangat bermanfaat untuk tumbuh kembang anak.

Selain berasal dari makanan, kolesterol secara endogen dihasilkan oleh hati. Setiap hari tubuh kita memerlukan 1.100 mg kolesterol yang sebagian besar diproduksi oleh hati dan hanya 300 mg yang berasal dari makanan. Sirkulasi kolesterol dalam darah dilakukan oleh partikel lipoprotein. Lipoprotein yang berperan dalam pengangkutan tersebut terdiri dari kilomikron, VLDL (Very Low Density Lipoprotein), LDL (Low Density Lipoprotein), dan HDL (High Density Lipoprotein). Kolesterol LDL sering disebut kolesterol jahat, sedangkan kolesterol HDL adalah kolesterol baik. Di dalam tubuh partikel LDL mengangkat kolesterol dari hati ke jaringan adiposa dan partikel HDL mengangkut kolesterol dari adiposa ke hati.

Minyak sawit merupakan minyak nabati yang diproduksi terbanyak nomor dua di dunia. Karena kandungan asam lemak jenuhnya yang tinggi (hampir 50 persen), maka minyak sawit kadang-kadang dianggap sama dengan lemak hewan yang juga jenuh seperti mentega dan lard (lemak babi). Padahal, studi-studi pada hewan percobaan dan juga pada manusia menunjukkan bahwa minyak sawit ini berbeda dengan lemak yang bersifat hiperkolesterolemik (meningkatkan kolesterol) seperti lard. Minyak sawit lebih tepat digolongkan sebagai minyak dengan kadar lemak jenuh moderat karena perbandingan antara lemak jenuh dan tak jenuhnya hampir seimbang. Dari segi ekonomi minyak sawit adalah yang termurah karena memang Indonesia kaya akan perkebunan sawit.

Minyak sawit kaya akan kandungan asam lemak, baik jenuh maupun tidak jenuh. Yang termasuk asam lemak jenuh di antaranya adalah asam laurat dengan atom karbon 12 (12:0), miristat (14:0), palmitat (16:0), dan stearat (18:0). Contoh asam lemak tak jenuh adalah oleat (18:1), linoleat (18:2), linolenat (18:3), dan arakidonat (20:4). Dalam minyak sawit terkandung asam lemak jenuh pamitat (44%), dan asam lemak tak jenuh oleat (39,5%) serta linoleat (10,5%). Selama ini diketahui bahwa asam lemak jenuh berpotensi meningkatkan kandungan kolesterol darah, dan asam lemak tak jenuh dapat menurunkan kolesterol darah.

Sejumlah pengamatan menunjukkan bahwa diit mengandung lemak jenuh akan meningkatkan konsentrasi kolesterol. Namun dalam hal yang dimaksud lemak jenuh adalah profil sawit, mentega, atau lard ternyata masing-masing bahan pangan tersebut mempunyai profil dan efek metabolisme yang berbeda.

STUDI-studi tentang lemak jenuh beberapa di antaranya memang tercatat kontroversial. Suku-suku di Afrika diketahui mempunyai kadar kolesterol rendah demikian pula kejadian penyakit jantung koroner juga rendah, padahal mereka mengkonsumsi susu tinggi lemak. Penelitian tentang lard yang kaya lemak jenuh ternyata sifat hiperkolesterolemiknya hampir sama dengan minyak jagung yang dari nabati. Temuan- temuan ini memunculkan pertanyaan benarkah semua asam lemak ekuivalen dalam hal meningkatkan kolesterol darah.

Asam oleat merupakan salah satu komponen utama minyak sawit (39,5%). Penduduk Mediterania yang banyak mengonsumsi minyak olive atau zaitun (kaya akan asam oleat) ternyata rendah kejadian penyakit jantung koronernya. Studi-studi lain menunjukkan bahwa asam oleat mempunyai kemampuan menurunkan kadar kolesterol darah dan LDL tanpa mengurangi kadar HDL (kolesterol baik).

Efek minyak sawit terhadap kadar kolesterol memang masih memunculkan berbagai pertanyaan. Penelitian oleh Fukushima et al. (1997) menyebutkan bahwa minyak sawit tidak dapat menghambat peningkatan kolesterol pada tikus yang diberi diit mengandung 0,5% kolesterol selama 13 minggu.

Penelitian oleh Zhang et al. (1997) mengungkapkan bahwa penggunaan minyak sawit pada makanan Cina memiliki pengaruh hipokolesterolemik karena dapat menurunkan kadar kolesterol total (-6,5%) dan kolesterol LDL (-9%). Penelitian ini dilakukan selama 3 minggu terhadap pria dan wanita yang menderita hiperkolesterolemia ringan (kadar kolesterol darah 212,3-270 mg/dl). Penelitian lainnya yang dilakukan pada 8 wanita sehat memperlihatkan bahwa minyak sawit meskipun banyak mengandung asam palmitat (jenuh) ternyata tidak meningkatkan total kolesterol darah.

Momuat (2001) meneliti dampak minyak sawit terhadap regresi (penurunan) aterosklerosis. Empat puluh kelinci percobaan dibuat menjadi penderita hiperkolesterolemia ringan (HR) dan hiperkolesterolemia berat (HB) dengan terlebih dahulu mengatur kandungan kolesterol pakannya. Evaluasi aterosklerosis menunjukkan bahwa minyak sawit mempercepat regresi aterosklerosis pada kelompok HR (kadar kolesterol aorta = 2,6 mg/g dibandingkan minyak kelapa (4,5 mg/g). Namun efek yang baik ini tidak terlihat pada kelompok HB.

MENGINGAT bahwa minyak sawit diproduksi secara melimpah dan juga menjadi andalan konsumsi lemak bagi masyarakat Indonesia, maka riset-riset tentang minyak sawit terhadap risiko penyakit degeneratif harus digalakkan. Sebab kalau tidak, kejayaan minyak sawit akan tergusur oleh minyak kedelei atau minyak jagung yang produsen utamanya adalah AS. Penelitian tentang minyak kedelei ataupun minyak jagung yang dilakukan oleh ilmuwan Barat semakin menggiring ke arah temuan yang konklusif yakni sangat baik bagi kesehatan jantung. Sementara hasil-hasil kajian tentang minyak sawit belum cukup konklusif karena riset masih terbatas. Peneliti Barat mungkin tidak cukup antusias untuk meneliti minyak sawit karena tidak terkait dengan produk ekspor andalan mereka. Jadi negara-negara penghasil sawit seperti Indonesia dan Malaysia perlu lebih banyak melakukan penelitian yang komprehensif tentang minyak sawit ini dan dampaknya bagi kesehatan. Semakin kita bisa menunjukkan bahwa minyak sawit berdampak positif bagi kesehatan maka semakin besar peluang pasar di luar negeri, khususnya negara-negara Barat yang hingga kini masih fanatik dengan minyak kedelei atau minyak jagung.

Produk turunan minyak sawit adalah margarin. Saat ini masyarakat pemerhati kesehatan mulai risau dengan lemak trans yang umumnya terdapat dalam margarin. Lemak trans ini dihasilkan dari proses hidrogenasi yaitu penjenuhan sehingga minyak menjadi padat dan elastis. Namun, konon hanya margarin dari minyak kedelei dan minyak jagung yang dibuat dengan proses hidrogenasi, sedangkan margarin dari sawit menggunakan cara yang lain. Kalau benar demikian, maka margarin produk Indonesia tentunya bebas lemak trans dan aman.

Konsumsi lemak trans yang berlebihan erat kaitannya dengan munculnya penyakit jantung. Untuk mengetahui terdapatnya lemak trans pada makanan dapat dilihat daftar komposisi bahan pada label kemasan. Pada label produk, minyak dihidrogenasi ini kadang-kandang dinyatakan dengan istilah hydrogenated oil, hardener, vegetable oil & fat, dan vegetable shortening. Secara tersirat kita dapat mengartikan kata-kata tersebut sebagai mengandung lemak trans.

Ali Khomsan Dosen Departemen GMSK Institut Pertanian Bogor

Produksi Minyak Sawit

Produksi Minyak Sawit yang Berkelanjutan sebagai Bahan Dasar untuk Bahan Bakar Bio (Biofuel) 

Pendahuluan 

Minyak sawit memiliki sejarah yang panjang sebagai bahan pangan  yang aman untuk dikonsumsi manusia. Berbagai kegunaan atau aplikasi CPO (crude product oil) dari minyak kelapa sawit antara lain adalah sebagai bahan dasar untuk minyak goreng, lemaknya sebagai bahan ‘shortening’ (pelunak atau perenyah makanan), dan sebagai bahan dasar dalam pembuatan produk margarin. Minyak sawit memiliki nilai gizi yang baik. Minyak ini juga bersifat non-kolesterol dan ‘non-trans fat’; memiliki kesetimbangan komposisi asam lemak yang baik serta mengandung asam linoleat yang merupakan asam lemak esensial. Tabel 1 memperlihatkan persentase kandungan lemak total dari minyak sawit. Tabel 1. Kandungan lemak total minyak sawit

 % lemak total
Asam LemakKisaranRerata
12:00,1 – 1,00,2
14:00,9 – 1,51,1
16:041,8 – 46,844,0
16:10,1 – 0,30,1
18:04,2 – 5,14,5
18:137,3 – 40,839,2
18:29,1 – 11,010,1
18:30,0 – 0,60,4
20:00,2 – 0,70,4

 

 Produksi minyak sawit dapat digolongkan dalam dua tipe minyak, yaitu minyak dari daging buah sawit (palm oil) dan minyak dari biji kelapa sawit (palm kernel oil). Banyak hasil penelitian menunjukkan bahwa konsumsi minyak sawit memberikan efek positif bagi kesehatan manusia. Hal ini disebabkan karena minyak sawit kaya akan anti-oksidan alamiah (tocopherol dan toco trienol) dan juga kaya akan karetenoida (caretenoids).  

Mengapa ‘Biofuel’ atau ‘Biodiesel’? 

Penggunaan minyak-minyak nabati untuk bahan bakar motor (engine) sekarang ini nampaknya masih belum siginifikan. Namun minyak semacam ini (nabati) dalam waktu dekat dapat menjadi sama pentingnya dengan produk-produk minyak bumi (petroleum) dan batubara. Demikian pernyataan dari Rudolph Diesel pada tahun 1912, yang merupakan tokoh yang menemukan bahan bakar untuk motor disel. Pernyataan tersebut ternyata terbukti dengan semakin berkembangnya produksi biodiesel sejak akhir abad 20. Gambar 1 memperlihatkan peningkatan produksi dunia biodiesel dari tahun 1990 sampai dengan 2004. Sedangkan Gambar 2 memperlihatkan persentase bahan baku untuk produksi biodisel dari berbagai minyak nabati (Korbitz, 2002). Dari grafuk pada Gambar 2 tersebut terlihat bhawa persentase minyak sawit sebagai bahan baku masih termasuk yang terendah.            
Gambar 1. Peningkatan produksi dunia biodiesel       
Gambar 2. Persentase minyak nabati untuk bahan baku produksi biodisel  

Mengapa Minyak Sawit? 

Walaupun sampai dengan 2002 persentase minyak sawit sebagai bahan baku biodisel termasuk yang paling rendah dibandingkan minyak nabati lainnya, namun jenis minyak ini berpotensi atau memiliki peluang yang sangat besar untuk dijadikan bahan baku biodisel. Hal ini disebabkan karena kelapa sawit memiliki rasio keluaran/masukan energi (output/input energy ratio) yang cukup tinggi dibandingkan ‘rapeseed’ (Brassica napus) dan kedelai (Lihat Tabel 2).   Table 2. Masukan dan luaran energi dari berbagai tanaman   

Jenis TanamanEnergi (GJ/ha)
InputOutputRatio
Kelapa Sawit (Malaysia)19.2182.1  9.5
Jagung (USA)30.084.5  2.8
Jagung (Mexico)1.029.4  30.0
Padi (USA)65.584.1  1.3
Padi (Philipina)1.024.4  4.4
Gandum (India)6.611.2  1.7
Lobak(UK)23.070.0  3.0
Kedelai (USA)20.050.0  2.5
Buncis (UK)0.910.3  0.94
Gula Bit (UK)124.482.9  0.7
Selada (UK)5300.010.60.002
  Biaya produksi minyak sawit lebih rendah dibandingkan minyak nabati yang lain misalnya kedelai dan ‘rapeseed’, seperti yang terlihat pada Tabel 3. Disamping itu kelapa sawit memiliki produktivitas minyak tertinggi di dunia, yaitu 6 – 8 ton minyak/ha/tahun. Dalam hal persentase kandungan lemaknya, kelapa sawit termasuk sumber lemak yang tertinggi di dunia (lihat Gambar 3). Tabel 4 memperlihatkan produksi dunia minyak dan lemak utama dari berbagai komoditas, pertumbuhan tahunan serta ‘trend’ atau prakiraan produksi dimasa mendatang. Tabel 5 memberikan gambaran luasan perkebunan rakyat,    Table 3. Biaya produksi berbagai minyak nabati 
NegaraJenis MinyakUSD/t
IndonesiaSawit165.20
MalaysiaSawit239.40
KolombiaSawit292.80
PNGSawit215.80
USAKedelai459.90
KanadaLobak249.30
EULobak400.60
ChinaKedelai400.60
ArgentinaKedelai227.60
BrazilKedelai228.30
         
Gambar 3. Persentase kandungan lemak berbagai komoditas   Tabel 4 dan Tabel 5. Produksi minyak dan lemak dunia (termasuk trend) 
 19622004
Juta tonSaham (%)Juta tonSaham (%)
Minyak dan lemak dunia30.780 129.14 
Minyak sawit1.2304.0029.7823.05
     Malaysia0.1088.8013.6045.67
     Indonesia0.14211.5410.0233.65
Minyak kedelai3.43011.1431.5624.44
Minyak lobak1.1603.8014.2311.01
Minyak bunga matahari2.2907.449.817.60
Lemak hewan12.04039.1222.8217.67
                                        

      Prospek Minyak Sawit Indonesia 

Bagaimana dengan prospek produksi minyak sawit dunia, terutama produksi dari dua negara produsen utama minyak sawit yaitu Indonesia dan Malaysia? Gambaran produksi minyak sawit dunia tahun 2004 dan persentase dari beberapa negara produsen dapat dilihat pada Gambar 4. Data pada Gambar 4 tersebut tidak jelas menyatakan apakah produksi Malaysia sebesar 47% termasuk produksi dari perkebunan milik negara itu yang berada di Indonesia. Dilihat dari segi ketersediaan lahan yang masih memungkinkan untuk kelapa sawit, tidak mustahil bahwa Indonesia akan dapat mengungguli Malaysia dalam waktu yang tidak terlalu lama. Apalagi bila usaha peningkatan produksi inin disertai dengan peningkatan penggunaan bibit dan manjemen yang lebih baik. Data pertumbuhan luas perkebunan kelapa sawit diIndonesia dari berbagai sumber dapat dilihat pada Gambar 5 dan Gambar 6..         
Gambar 4. Produksi minyak sawit dunia tahun 2004 dan persentase produksi beberapa negara       
Gambar 5. Pertumbuhan total luasan perkebunan kelapa sawit di Indonesia menurut Ditrektorat Jendral Bina Produksi Perkebunan 1998       
Gambar 6. Pertumbuhan total luasan perkebunan kelapa sawit di Indonesia menurut CIG 2004   Gambaran perkembangna luas areal kebun kelapa sawit di Indonesia (KMSI, 2007) adalah sebagai berikut: 606.780 ha (1986), meningkat dengan pesat menjadi 2.249.514 ha (1996) dan 6.074.926 ha (2006). Angka luasan kebun pada tahun 2006 terdiri dari PTPN (696.699 ha), Swasta (2.741.802 ha) dan Rakyat (2.636.425 ha).  Di Indonesia, pengembangan perkebunan kelapa sawit juga dilakukan dengan melakukan konversi hutan produksi menjadi kebun sawit (Darmoko, 2004). Konversi hutan proiduksi menjadi kebun kelapa sawit dapat digambarkan seperti yang terlihat pada Gambar 7. Dalam jangka waktu 3 – 5 tahun, pertambahan luasan perkebunan kelapa sawit diperkirakan dapat mencapai 700.000 ha. Dalam jangka panjang, pertambahan luasan kebun tersebut dapat diharapkan sekitar 4 (empat) juta ha. Hanya di Sumatera Utara, Riau dan Sumatera Barat dapat memiliki kelas-kelas kebun S1 dan S2, sedangkan provinsi-provinsi lainnya kebanyakan hanya terdiri dari kebun kelas S3. Namun kelas yang terakhir tersebut dapat diperbaiki dengan pemakaian bahan-bahan atau bibit unggul dan cara budidaya tanaman yang lebih baik. Tanaman kelapa sawit unggul, misalnya dari IOPRI, memiliki karakteristik antara lain sebagai berikut: mulai berbuah pada umur 28 bulan; produktivitas TBB 25 – 32 ton/ha/th dengan maksimum 40 ton/ha/th; hasil CPO 24.0 – 26.5 %; dan produksi ptensial CPO sebesar 7 – 8 ton/ha/th dan jumlah tanaman antara 130 – 143 pokok/ha.  

Sustainability? 

Beberapa hal yang masih merupakan permasalahan dalam hal ‘sustainability’ dari industri kelapa sawit adalah:

  • Kesetimbangan gas rumahkaca (greenhouse gas balance) yang bukan saja emisi CO2?
  • Kompetisi dengan pangan, pasokan energi lokal, obat-obtan dan bahan bangunan yang menggunakan bahan baku dari tanaman kelapa sawit?
  • Keragaman hayati (Biodivesity) ?
  • Kemakmuran ekonomis (economic prosperity)?
  • Kesejahteraan sosial?
  • Masalah lingkungan hidup?
  • Tenaga kerja anak-anak dan angkatan kerja?

   Prinsip dan Kriteria RSPO 

o        Prinsip 1.          Komitmen terhadap keterbukaan (transparency)

o        Prinsip 2. Kesesuaian dengan peraturaran perundangan yang berlaku

o        Prinsip 3.          Komitmen terhadap viabilitas ekonomis dan finansial jangka panjang

o        Prinsip 4. Penggunaan cara-cara yang terbaik oleh penanam (pekebun) dan pabrikan

o        Prinsip 5.  Tanggungjawab terhadap masalah lingkungan dan konservasi sumberdaya alam dan keragaman hayati

o        Prinsip 6.  Pertimbangan tanggungjawab dari karyawan dan perorangan serta masyarakat yang dipengaruhi oleh pekebun dan pabrikan

o        Prinsip 7.  Pengembangan tanggungjawab pertanaman baru

o        Prinsip 8.  Komitmen terhadap perbaikan yang menerus dalam area-area kunci dari kegiatan 

Penutup 

  • Kelapa sawit memiliki potensi yang sangat besar untuk digunakan sebagai sumber ‘biofuel’.
  • Penggunaan minyak sawit sebagai bahan baku ‘biofuel’ memiliki dampak lingkungan positif pada indistri kelapa sawit.
  • Indonesia memiliki potensi yang sangat besar untuk menjadi produsen minyak sawit nomor satu di dunia, terutama untuk membangun industri berbasis kelapa sawit termasuk ‘biofuel’.
  • Perlu adanya komitmen terhadap prinsip-prinsip RSPO.