Produksi Minyak Sawit yang Berkelanjutan sebagai Bahan Dasar untuk Bahan Bakar Bio (Biofuel)
Pendahuluan
Minyak sawit memiliki sejarah yang panjang sebagai bahan pangan yang aman untuk dikonsumsi manusia. Berbagai kegunaan atau aplikasi CPO (crude product oil) dari minyak kelapa sawit antara lain adalah sebagai bahan dasar untuk minyak goreng, lemaknya sebagai bahan ‘shortening’ (pelunak atau perenyah makanan), dan sebagai bahan dasar dalam pembuatan produk margarin. Minyak sawit memiliki nilai gizi yang baik. Minyak ini juga bersifat non-kolesterol dan ‘non-trans fat’; memiliki kesetimbangan komposisi asam lemak yang baik serta mengandung asam linoleat yang merupakan asam lemak esensial. Tabel 1 memperlihatkan persentase kandungan lemak total dari minyak sawit. Tabel 1. Kandungan lemak total minyak sawit
% lemak total | ||
Asam Lemak | Kisaran | Rerata |
12:0 | 0,1 – 1,0 | 0,2 |
14:0 | 0,9 – 1,5 | 1,1 |
16:0 | 41,8 – 46,8 | 44,0 |
16:1 | 0,1 – 0,3 | 0,1 |
18:0 | 4,2 – 5,1 | 4,5 |
18:1 | 37,3 – 40,8 | 39,2 |
18:2 | 9,1 – 11,0 | 10,1 |
18:3 | 0,0 – 0,6 | 0,4 |
20:0 | 0,2 – 0,7 | 0,4 |
Produksi minyak sawit dapat digolongkan dalam dua tipe minyak, yaitu minyak dari daging buah sawit (palm oil) dan minyak dari biji kelapa sawit (palm kernel oil). Banyak hasil penelitian menunjukkan bahwa konsumsi minyak sawit memberikan efek positif bagi kesehatan manusia. Hal ini disebabkan karena minyak sawit kaya akan anti-oksidan alamiah (tocopherol dan toco trienol) dan juga kaya akan karetenoida (caretenoids).
Mengapa ‘Biofuel’ atau ‘Biodiesel’?
Penggunaan minyak-minyak nabati untuk bahan bakar motor (engine) sekarang ini nampaknya masih belum siginifikan. Namun minyak semacam ini (nabati) dalam waktu dekat dapat menjadi sama pentingnya dengan produk-produk minyak bumi (petroleum) dan batubara. Demikian pernyataan dari Rudolph Diesel pada tahun 1912, yang merupakan tokoh yang menemukan bahan bakar untuk motor disel. Pernyataan tersebut ternyata terbukti dengan semakin berkembangnya produksi biodiesel sejak akhir abad 20. Gambar 1 memperlihatkan peningkatan produksi dunia biodiesel dari tahun 1990 sampai dengan 2004. Sedangkan Gambar 2 memperlihatkan persentase bahan baku untuk produksi biodisel dari berbagai minyak nabati (Korbitz, 2002). Dari grafuk pada Gambar 2 tersebut terlihat bhawa persentase minyak sawit sebagai bahan baku masih termasuk yang terendah.
Gambar 1. Peningkatan produksi dunia biodiesel
Gambar 2. Persentase minyak nabati untuk bahan baku produksi biodisel
Mengapa Minyak Sawit?
Walaupun sampai dengan 2002 persentase minyak sawit sebagai bahan baku biodisel termasuk yang paling rendah dibandingkan minyak nabati lainnya, namun jenis minyak ini berpotensi atau memiliki peluang yang sangat besar untuk dijadikan bahan baku biodisel. Hal ini disebabkan karena kelapa sawit memiliki rasio keluaran/masukan energi (output/input energy ratio) yang cukup tinggi dibandingkan ‘rapeseed’ (Brassica napus) dan kedelai (Lihat Tabel 2). Table 2. Masukan dan luaran energi dari berbagai tanaman
Jenis Tanaman | Energi (GJ/ha) | ||
Input | Output | Ratio | |
Kelapa Sawit (Malaysia) | 19.2 | 182.1 | 9.5 |
Jagung (USA) | 30.0 | 84.5 | 2.8 |
Jagung (Mexico) | 1.0 | 29.4 | 30.0 |
Padi (USA) | 65.5 | 84.1 | 1.3 |
Padi (Philipina) | 1.0 | 24.4 | 4.4 |
Gandum (India) | 6.6 | 11.2 | 1.7 |
Lobak(UK) | 23.0 | 70.0 | 3.0 |
Kedelai (USA) | 20.0 | 50.0 | 2.5 |
Buncis (UK) | 0.9 | 10.3 | 0.94 |
Gula Bit (UK) | 124.4 | 82.9 | 0.7 |
Selada (UK) | 5300.0 | 10.6 | 0.002 |
Negara | Jenis Minyak | USD/t |
Indonesia | Sawit | 165.20 |
Malaysia | Sawit | 239.40 |
Kolombia | Sawit | 292.80 |
PNG | Sawit | 215.80 |
USA | Kedelai | 459.90 |
Kanada | Lobak | 249.30 |
EU | Lobak | 400.60 |
China | Kedelai | 400.60 |
Argentina | Kedelai | 227.60 |
Brazil | Kedelai | 228.30 |
Gambar 3. Persentase kandungan lemak berbagai komoditas Tabel 4 dan Tabel 5. Produksi minyak dan lemak dunia (termasuk trend)
1962 | 2004 | |||
Juta ton | Saham (%) | Juta ton | Saham (%) | |
Minyak dan lemak dunia | 30.780 | 129.14 | ||
Minyak sawit | 1.230 | 4.00 | 29.78 | 23.05 |
Malaysia | 0.108 | 8.80 | 13.60 | 45.67 |
Indonesia | 0.142 | 11.54 | 10.02 | 33.65 |
Minyak kedelai | 3.430 | 11.14 | 31.56 | 24.44 |
Minyak lobak | 1.160 | 3.80 | 14.23 | 11.01 |
Minyak bunga matahari | 2.290 | 7.44 | 9.81 | 7.60 |
Lemak hewan | 12.040 | 39.12 | 22.82 | 17.67 |
Prospek Minyak Sawit Indonesia
Bagaimana dengan prospek produksi minyak sawit dunia, terutama produksi dari dua negara produsen utama minyak sawit yaitu Indonesia dan Malaysia? Gambaran produksi minyak sawit dunia tahun 2004 dan persentase dari beberapa negara produsen dapat dilihat pada Gambar 4. Data pada Gambar 4 tersebut tidak jelas menyatakan apakah produksi Malaysia sebesar 47% termasuk produksi dari perkebunan milik negara itu yang berada di Indonesia. Dilihat dari segi ketersediaan lahan yang masih memungkinkan untuk kelapa sawit, tidak mustahil bahwa Indonesia akan dapat mengungguli Malaysia dalam waktu yang tidak terlalu lama. Apalagi bila usaha peningkatan produksi inin disertai dengan peningkatan penggunaan bibit dan manjemen yang lebih baik. Data pertumbuhan luas perkebunan kelapa sawit diIndonesia dari berbagai sumber dapat dilihat pada Gambar 5 dan Gambar 6..
Gambar 4. Produksi minyak sawit dunia tahun 2004 dan persentase produksi beberapa negara
Gambar 5. Pertumbuhan total luasan perkebunan kelapa sawit di Indonesia menurut Ditrektorat Jendral Bina Produksi Perkebunan 1998
Gambar 6. Pertumbuhan total luasan perkebunan kelapa sawit di Indonesia menurut CIG 2004 Gambaran perkembangna luas areal kebun kelapa sawit di Indonesia (KMSI, 2007) adalah sebagai berikut: 606.780 ha (1986), meningkat dengan pesat menjadi 2.249.514 ha (1996) dan 6.074.926 ha (2006). Angka luasan kebun pada tahun 2006 terdiri dari PTPN (696.699 ha), Swasta (2.741.802 ha) dan Rakyat (2.636.425 ha). Di Indonesia, pengembangan perkebunan kelapa sawit juga dilakukan dengan melakukan konversi hutan produksi menjadi kebun sawit (Darmoko, 2004). Konversi hutan proiduksi menjadi kebun kelapa sawit dapat digambarkan seperti yang terlihat pada Gambar 7. Dalam jangka waktu 3 – 5 tahun, pertambahan luasan perkebunan kelapa sawit diperkirakan dapat mencapai 700.000 ha. Dalam jangka panjang, pertambahan luasan kebun tersebut dapat diharapkan sekitar 4 (empat) juta ha. Hanya di Sumatera Utara, Riau dan Sumatera Barat dapat memiliki kelas-kelas kebun S1 dan S2, sedangkan provinsi-provinsi lainnya kebanyakan hanya terdiri dari kebun kelas S3. Namun kelas yang terakhir tersebut dapat diperbaiki dengan pemakaian bahan-bahan atau bibit unggul dan cara budidaya tanaman yang lebih baik. Tanaman kelapa sawit unggul, misalnya dari IOPRI, memiliki karakteristik antara lain sebagai berikut: mulai berbuah pada umur 28 bulan; produktivitas TBB 25 – 32 ton/ha/th dengan maksimum 40 ton/ha/th; hasil CPO 24.0 – 26.5 %; dan produksi ptensial CPO sebesar 7 – 8 ton/ha/th dan jumlah tanaman antara 130 – 143 pokok/ha.
Sustainability?
Beberapa hal yang masih merupakan permasalahan dalam hal ‘sustainability’ dari industri kelapa sawit adalah:
- Kesetimbangan gas rumahkaca (greenhouse gas balance) yang bukan saja emisi CO2?
- Kompetisi dengan pangan, pasokan energi lokal, obat-obtan dan bahan bangunan yang menggunakan bahan baku dari tanaman kelapa sawit?
- Keragaman hayati (Biodivesity) ?
- Kemakmuran ekonomis (economic prosperity)?
- Kesejahteraan sosial?
- Masalah lingkungan hidup?
- Tenaga kerja anak-anak dan angkatan kerja?
Prinsip dan Kriteria RSPO
o Prinsip 1. Komitmen terhadap keterbukaan (transparency)
o Prinsip 2. Kesesuaian dengan peraturaran perundangan yang berlaku
o Prinsip 3. Komitmen terhadap viabilitas ekonomis dan finansial jangka panjang
o Prinsip 4. Penggunaan cara-cara yang terbaik oleh penanam (pekebun) dan pabrikan
o Prinsip 5. Tanggungjawab terhadap masalah lingkungan dan konservasi sumberdaya alam dan keragaman hayati
o Prinsip 6. Pertimbangan tanggungjawab dari karyawan dan perorangan serta masyarakat yang dipengaruhi oleh pekebun dan pabrikan
o Prinsip 7. Pengembangan tanggungjawab pertanaman baru
o Prinsip 8. Komitmen terhadap perbaikan yang menerus dalam area-area kunci dari kegiatan
Penutup
- Kelapa sawit memiliki potensi yang sangat besar untuk digunakan sebagai sumber ‘biofuel’.
- Penggunaan minyak sawit sebagai bahan baku ‘biofuel’ memiliki dampak lingkungan positif pada indistri kelapa sawit.
- Indonesia memiliki potensi yang sangat besar untuk menjadi produsen minyak sawit nomor satu di dunia, terutama untuk membangun industri berbasis kelapa sawit termasuk ‘biofuel’.
- Perlu adanya komitmen terhadap prinsip-prinsip RSPO.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar